Rabu, 09 Maret 2011

Pemerintah SBY Dibuat Kacau Hiprokrisi Koalisi


·         Bagaimana peta politik SBY pada periode ke 2.
Jauh lebih genting daripada periode pertama. Banyak hambatan, tantangan, tapi banyak juga kesempatan karena banyak persoalan tersembunyi di bawah permukaan sekarang lebih terbuka untuk dilihat dan dicampuri masyarakat secara umum. Secara khusus dalam periode pertama itu berjalan tenang karena ada koalisi antara SBY dengan JK, Aburizal Bakrie, dan hampir semua orang berkenpetingan untuk berkuasa atau memerintah. Pada periode kedua SBY mulai mencoba menerapkan identitas sendiri dengan meminta Boediono, Sri Mulyani. SBY mengambil peran aktif dalam memerankan diri di forum Internasional. Dia satu-satunya pemimpin dari negara berkembang yang berbicara mengenai perubahan iklim, mengadakan reformasi, menunjuk orang non partai menjadi wakil presiden. Jadi sangat beda dengan periode pertama dan pasti merupakan janji yang sangat penting untuk perkembangan masyarakat sipil di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya semua itu tidak berani dilaksanakan. Setiap tantangan terhadap Boediono, Sri Mulyani, civil society, keragaman, sekarang terhadap transparasi olahraga dalam hal ini sepak bola. Sekarang ini SBY mundur pada setiap isu itu, jadi semuanya kacau dan sangat membuka peluang bagi lawan politiknya, Golkar bersama Aburizal Bakrie. Pada  periode pertama ini tidak menjadi masalah karena waktu itu Aburizal Bakrie masuk kabinet, Ketua Golkar masih Jusuf Kalla, dan waktu itu Bakrie belum kuat uangnya. Setelah harga saham perusahaannya naik tajam, kemudian Bakrie menjadi orang terkaya di Indonesia dan memegang peran penting di Golkar sehingga sangat bisa memegang kekuasan yang lebih efektif. Hanya satu faktor yang tidak ia kuasai yaitu tentara, di luar itu aparat hukum, polisi, jaksa, hakim dimilikinya. Sekarang ini menjadi sangat berbahaya bagi SBY bukan atas nama dia sendiri, tapi atas nama harapan masyarakat sipil. Sekarang orang bisa melihat hitam dan putih, siapa orang baik yang menginginkan Indonesia ini memenuhi potensialnya karena di luar masih diharapkan dan siapa yang hanya ingin mengganggu menjelang dia sendiri berkuasa.
·         SBY sendiri mesti melakukan apa ketika koalisi tidak berjalan mulus.
SBY sekarang harus menjalankan konstitusi dengan benar. Apabila koalisi ada gejala tidak mengijinkan pihak-pihak untuk menjalankan konstitusi, sederhananya kualisi itu harus dibubarkan. Kalau SBY tidak kuat melawan koalisi dia harus menghadapi konsekwensinya. Dia mengambil janji yang sangat besar, katakanlah mengorbankan Boediono, Sri Mulyani, Kuntoro yang semuanya orang baik. Dalam suatu janji kenegaraan yang disia-siakan itu sangat berbahaya. Artinya dia tidak ada pilihan kecuali untuk terus maju, tidak ada lagi waktu untuk berkoalisi, untuk kompromis, sebab dia harus kompromis dengan orang-orang jahat dan itu tidak mungkin.





·         Jika koalisi pecah, apa SBY bisa sampai ke 2014.
Salah satu kampanye civil society adalah menyakinkan orang bahwa pemakzulan itu tidak bermanfaat. Presiden harus bisa melakukan  pekerjaannya selama lima tahun kecuali dia melanggar konstitusi. SBY tidak melanggar konstitusi, ia hanya melanggar harapan kita saja. Ia terlalu lemah, tapi itulah presiden kita. Kita harus tahan sampai 2014 untuk memperkuat presiden ini, tidak bisa  meminta dia berubah. Bubuk bayi tidak bisa dijadikan sop buntut, bubuk bayi tetep makanan bayi. Kita harus bisa kuat dengan makanan bayi, SBY ya tetap SBY, kita perkuat civil society, media, sistem hukum dengan satgas. SBY sudah berperang dengan menyediakan satgas dan sudah sangat lumayan. Tapi orang terlalu berharap banyak dari seorang presiden padahal presiden hanya bisa membuka pintu. Solisi itu tidak datang dari siapa-siapa, tapi dari reaksi kimia dari antara semua unsur masyarakat.

Kita punya SBY, kita perkuat dengan infrastruktur masyarakat, kita punya media yang independen, punya mahasiswa dan banyak yang kita punya. Dibandingkan dengan kelompok yang ingin memanfaatkan kekacauan, mereka hanya memiliki uang dan untungnya mereka tidak punya senjata untuk nembak atau nangkap orang. Uang itu dapat dikalahkan, uang itu datang dari pasar modal. Kalau sekarang hak angket kalah, PSSI kalah oportunis itu akan pindah tapi tetap saja ia oportunis. Kalau oportunis pindah dengan sendirinya inpestor juga pindah, maka harga saham akan jatuh, kalau harga saham jatuh uangnya tidak ada. Kalau seorang pengusah besar mau membayar demotran, uangnya sudah habis.

Kita harus melakukan sesuatu tanpa penipuan yaitu meletakan kekuatan masyarakat dalam tempat yang bisa menjadi kekuatan politik. Sri Mulayani jelas dia punya kekuatan etis, orang bersimpati dan hanya orang yang tidak mengerti masalah keuangan yang menganggap dia itu bersalah. Sri mulyani tidak melakukan kesalahan apa-apa, KPK menyatakan tidak ada tanda kejahatan malah KPK-nya diserang. Orang yang melawan kebaikan tidak akan puas sampai semua kebaikan itu diingkari, dan itu jangan dibiarkan. Kita  jangan main devensif, kita harus main opensif. Bikin gol, Gayus suruh nunjuk Bakrie, Nurdin bongkar skandal suapnya,  maka satu-persatu itu akan kalah. Bagi orang oportunis ia akan pergi kalau di sini tidak ada harapan ia pasti akan pindak ke luar negeri karena dia tidak merasa rugi. Politik sekarang waktunya untuk membuka kesempatan besar atau hancur besar-besaran dan menyesal kemudian.
Sumber            :  http://perspektif.net/indonesian/article.php?article_id=1335

http://perspektif.net/indonesian/article.php?article_id=1335

Tidak ada komentar:

Posting Komentar